Monday 9 May 2016

Lejja

     Berwisata sambil menikmati kehangatan air panas alami langsung dari sumbernya. Itulah hal yang bisa kamu lakukan saat berada di Desa Bulue, Kecamatan Mario Riawa, Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Di lokasi ini terdapat obyek wisata bernama pemandian air panas Lejja. Obyek wisata alam ini berjarak sekitar 180 km dari kota Makassar atau sekitar 20 km dari ibukota Kabupaten Soppeng, kota Watansoppeng.





     Jika kamu berangkat dari kota Makassar untuk menuju ke pemandian air panas Lejja, maka kamu akan melewati kota Watansoppeng. Watansoppeng mendapat julukan Kota Kalong karena di kota banyak terdapat ribuan kelelawar bergelantungan di pohon yang berada di kanan kiri jalan kota ini. Ribuan kelelawar tersebut sudah menjadi icon kota ini dan merupakan keunikan tersendiri bagi Watansoppeng. Jadi jangan kaget saat memasuki kota ini kamu akan mencium bau khas kelelawar.

     Menuju ke arah pemandian air panas Lejja, kamu akan melalui jalan yang berliku, terjal dan suasana khas perbukitan. Pemandian air panas Lejja berada di dalam hutan lindung yang berbukit . Ada baiknya jika kamu ingin berkunjung ke obyek wisata ini menggunakan kendaraan yang remnya bekerja dengan baik walaupun jalanan menuju obyek wisata ini sudah mulus namun harus tetap berhati-hati mengingat kondisi jalannya yang menanjak namun sesekali juga menukik.




     Setelah melewati jalanan sempit yang berlekuk, kamu akan sampai di lokasi pemandian air panas Lejja. Untuk dapat memasuki obyek wisata ini kamu diharuskan membayar tiket masuk sebesar Rp. 5.000/orang untuk dewasa dan Rp. 3.500/orang untuk anak-anak. Dari pintu gerbang, kamu bisa menggunakan kendaran atau berjalan kaki menuruni tangga untuk mencapai lokasi kolam pemandian air panas di sini. Tak usah khawatir kepanasan untuk berjalan kaki menuruni tangga karena terdapat pepohonan besar yang memberikan keteduhan.

     Panorama di kolam pemandian air panasnya pun terlihat indah, sejuk dan nyaman yang akan membuatmu betah berlama-lama di sini. Kamu juga bisa melihat secara langsung sumber mata air panas alami di obyek wisata ini. Melewati barisan aula, kolam besar dan kecil, menuruni tangga ke arah kolam dan menaiki tangga buatan, lalu kamu akan melihat sumber mata air panas alaminya. Di bebatuan di sisi aliran air panas tersebut terdapat banyak sesaji yang diletakkan oleh orang-orang yang mempercayai keberadaan sumber air panas tersebut mempunyai berbagai khasiat. Di pepohonan sekitar sumber air panas ini pun terdapat berbagai botol dan plastik yang bergelantungan. Banyak pengunjung di sini yang mempercayai dengan menggantungkan botol atau plastik di dekat sumber air panas Lejja maka keinginan mereka akan terkabul. Jika keinginan mereka telah terkabul maka mereka akan kembali ke tempat ini untuk melepaskan ikatan botol atau plastik yang mereka gantungkan. Tradisi yang unik namun sayangnya justru membuat obyek wisata ini terlihat kotor.




     Pemandian air panas Lejja memang terkenal mempunyai air dengan kandungan belerang yang dapat menyembukan penyakit kulit gatal-gatal ataupun rematik. Di kawasan obyek wisata ini terdapat lima jenis kolam yang dapat digunakan oleh pengunjung dengan tingkatan suhu air yang berbeda-beda :


  1. Kolam pertama merupakan kolam berisi air panas dengan suhu mencapai sekitar 60° Celcius. Telur yang dicelupkan di kolam ini pun bisa menjadi setengah matang. 
  2. Kolam kedua merupakan kolam dangkal yang berisi air hangat. Biasanya banyak dipakai oleh anak-anak atau bagi pengunjung yang belum mahir berenang.
  3. Kolam ketiga juga berisi air hangat tapi mempunyai kedalaman sebatas leher orang dewasa. Tersedia penyewaan pelampung bagi pengunjung yang belum mahir berenang.
  4. Kolam keempat berisi air dengan suhu normal dan hanya diperuntukkan untuk orang dewasa saja.
  5. Kolam kelima berada di sebelah timur dan dilengkapi papan loncatan. Biasanya hanya digunakan pada saat banyak pengunjung saja.


     Untuk bersantai, kamu bisa menyewa gazebo dengan tarif sewa Rp. 50.000 per dua jam. Jika belum puas berada di tempat yang hijau, asri, sejuk dan alami ini, kamu bisa menyewa villa yang berada di dalam kawasan obyek wisata ini. Villa di sini berbentuk seperti rumah panggung dengan tarif sewa Rp. 250.000 per 12 jam untuk villa berukuran sedang dan Rp. 500.000 per 12 jam untuk villa berukuran besar. Namun harap diingat ya, jika berencana menginap di villa ini usahakan memesan seminggu sebelumnya karena penginapan di lokasi ini sering penuh terutama saat weekend atau hari libur. Bahkan banyak pula pengunjung yang menyewa villa ini lebih dari sehari.

     Fasilitas lain yang terdapat di pemandian air panas Lejja antara lain kamar mandi, air bersih, listrik, lapangan tenis dan baruga wisata sebagai tempat pertemuan dengan daya tampung mencapai 300 orang. Cukup lengkap 'kan? Jadi tak ada ruginya mengunjungi pemandian air panas Lejja karena kamu bisa menikmati panorama yang indah dan sejuk, berendam menikmati kehangatan air alam yang membuat rileks hingga make a wish pun bisa kamu lakukan di sini.


Source : Awal Info
Read More

Objek Wisata

SOPPENG Adalah salah satu daerah di provinsi sulawesi selatan, yang memiliki potensi wisata keindahan panorama alam pegunungan, serta berbagai macam situs purba kala yang masih tetap dilestarikan higga kini.
Berada pada dataran tinggi, kabupaten soppeng tentunya dikelilingi dengan pegunungan yang memancarkan keindahan panorama alam, yang sebagian besar adalah gunung bebatuan cadas, dimana terdapat goa-goa bersejarah.



Konon kabarnya goa-goa yang tersebar disekitar pegunungan diwilayah kabupaten soppeng, dulunya digunakan nenek moyang mereka sebagai tempat peristerahatan, yang kemudian dilanjutkan generasi penerusnya, sebagai tempat persebunyian dari kejaran musuh.
Seiring dengan berjalanya waktu, memasuki zaman yang lebih moderen, goa-goa ini kemudian berubah fungĂ­s menjadi lokasi objek wisata. Yang sering ramai dikunjungi wisatawan Selain wisata gua, juga terdapat wisata cagar budaya yaitu permandian lejja, dan permandian ompo, serta objek wisata citta. Selain objek wisata permandian air panas, juga terdapat fosil gajah, serta fosil kura-kura berukuran besar, dimana kedua fosil ini tersimpan di musium celio, yang lokasinya berada di tengah-tengah kota soppeng. Konon kabarnya orang pendahulu atau moyang suku bugis penduduk asli soppeng, menjadikan salah satu lokasi, sebagai tempat beriteraksi dengan penguasa langit dan bumi berdasarkan keyakinan yang dianut pada zamanya. Lokasi ini bernama situs tinco, dimana situs tinco tersebut adalah batu berukuran besar yang dijadikan sebagai media penyembahan, namun saat ini lokasi tinco telah dijadikan sebagai lokasi objek wisata situs purba yang dilindungi. 
Dataran kota soppeng yang terletak diketinggian, tidak hanya didukung dengan objek wisata alam dan berbagai macam objek cagar budaya, namun kita juga dapat melihat langsung dari dekat ribuan kelelawar bergantungan di pepohonan yang tersebar di dalam kota pada siang hari. Bagi masyarakat soppeng, kelelawar atau bahasa soppengnya yaitu kalong, dibiarkan bergelantungan memenuhi ranting di hampir semua pohon besar yang tumbuh di dalam kota. Kalong atau kelelawar ini diyakini oleh sebagian masyarakat soppeng, sebagai hewan penjaga yang dapat membawa kesuburan, serta menjauhkan daerah mereka dari bala bencana, dimana jika kelelawar pergi meningglkan kampung, bertanda akan terjadi petaka.

Salah satu objek wisata alam pegungungan yang Sangat indah dan cukup dikenal oleh warga sulawesi selatan, adalah objek wisata pegunungan bulu dua, atau dua gunung "gunung kembar", yang berada di daerah perbatasan antara kabupaten barru. Kata Bulu dua diambil dari bahasa bugis, yang artinya: dua gunung “gunung kembar”, dimana kedua gunung ini, jika dilihat secara pintas, maka bentuknya menyerupai bagian dada wanita.

Untuk berkunjung ke kabupaten soppeng, yang letaknya berada pada bagian utara pusat kota Makassar, dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat sikitar empat jam perjalanan.



Read More

Saturday 7 May 2016

Sejarah Soppeng

     Soppeng adalah sebuah kota kecil dimana dlm buku-buku lontara terdapat catatan tentang raja-raja yangg pernah memerintah sampai berakhirnya status daerah Swapraja. Satu hal menarik sekali dalam lontara tsb bahwa jauh sebelum terbentuknya kerajaan Soppeng, telah ada kekuasaan yg mengatur daerah Soppeng, yaitu sebuah pemerintahan berbentuk demokrasi karena berdasar atas kesepakatan 60 pemukan masyarakat, namun saat itu Soppeng masih merupakan daerah yang terpecah-pecah sebagai suatu kerajaan-kerajaan kecil. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Arung, Sulewatang, dan Paddanreng serta Pabbicara yang mempunyai kekuasaan tersendiri. Setelah kerajaan Soppeng terbentuk maka dikoordinir oleh Lili-lili yang kemudian disebut Distrikvdi Zaman Pemerintahan Belanda.



     Kedatuan Soppeng Pada mulanya, ada 60 komunitas yang dipimpin oleh matoa. Kedatangan To Manurung ri Sekkanyili yaitu La Temmamala dan We Tenripuppu Manurungnge ri GoariE kemudian membentuk kedatuan Soppeng Riaja dan kedatuan Soppeng riLau Kedua kerajaan kembar ini akhirnya menyatu.

     Hari Ulang Tahun Kab. Soppeng sebelumnya ditetapkan pada 13 Maret 1957 yang bertumpu pada keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1954 tentang pembentukan Daerah Otonom Bone, Wajo dan Soppeng di pandang menyimpang dari obyektivitas sejarah. Oleh karena itu sejumlah cendekiawan melakukan usun rembuk kajian sejarah yang makin dipertajam. Kesimpulan yang dihasilkan, hari ulang tahun Kab. Soppeng mesti merangkai benang merah masa lalu dengan perhitungan pelantikan LATEMMALAMANURUNG’E RI SEKKANYILIK yang menjadi Raja pertama Kab. Soppeng pada tahun 1261. Ikhwal penetapan tanggal dan bulan ditarik dari saat-saat yang memiliki makna tertentu, penetapan tanggal 23 dimaksudkan sebagai “Dua Tellu” yang berarti beberapa orang yang memiliki kebersamaan persatuan dan kesatuan (tidak sendirian). Adapun momentum bulan Maret sebagai pelantikan Bupati yang pertama sepanjang sejarah berdirinya Kabupaten Soppeng.

     Asal mula nama Soppeng para pakar dan budayawan belum ada kesepakatan bahwa dalam sastra bugis tertua I LAGALIGO telah tertulis nama kerajaan Soppeng yang berbunyi:“IYYANAE SURE PUADA ADAENGNGI TANAE RI SOPPENG, NAWALAINNA SEWO-GATTARRENG, NONI MABBANUA TAUWE RI SOPPENG, NAIYYA TAU SEWOE IYANARO RI YASENG TAU SOPPENG RIAJA, IYYA TAU GATTARENGNGE IYANARO RIASENG TAU SOPPENG RILAU".Berdasarkan naskah lontara tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penduduk tanah Soppeng mulanya datang dari dua tempat yaitu sewo dan Gattareng.

     Literatur yang ditulis tentang sejarah Soppeng masih sangat sedikit. Sebagaimana tentang daerah-daerah di Limae Ajattappareng, juga Mandar dan Toraja, Soppeng hanyalah daerah “kecil” dan mungkin “kurang signifikan” untuk diperebutkan oleh dominasi dua kekuatan di Sulawesi Selatan yakni Luwu dan Siang sebelum abad ke-16. Namun demikian, seperti disebutkan oleh sebuah kronik Soppeng, dulunya Soppeng bersama Wajo, sangat bergantung kepada kerajaan Luwu.

     Seiring menguatnya kekuatan persekutuan Goa-Tallo di Makassar; untuk mengimbanginya, Bone sempat mengajak Wajo dan Soppeng membentuk persekutuan Tellumpocco pada perjanjian Timurung tahun 1582. Akan tetapi, masuknya Islam di Sulawesi Selatan di paruh akhir abad ke-16, ditandai dengan masuknya Karaeng Tallo I Mallingkang yang lebih dikenal sebagai Karaeng Matoaya serta penguasa Goa I Manga’rangi yang kemudian bergelar Sultan Alauddin, telah merubah peta politik di Sulawesi Selatan. Untuk sementara, kekuatan Bugis Makassar menjadi satu kekuatan baru untuk melawan orang kafir ketika Soppeng dan Sidenreng memeluk Islam tahun 1609, Wajo 1610 dan akhirnya Bone pada tahun 1611.

     Perkembangan berikutnya sepanjang abad ke-17, menempatkan Soppeng pada beberapa perubahan keputusan politik ketika persaingan Bone dan Goa semakin menguat. Jauh sebelum perjanjian Timurung yang melahirkan persekutuan Tellumpocco, sebenarnya Soppeng sudah berada di pihak kerajaan Goa dan terikat dengan perjanjian Lamogo antara Goa dan Soppeng. Persekutuan Tellumpocco sendiri lahir atas “restu” Goa. Namun, ketika terjadi gejolak politik antara Bugis dan Makassar disebabkan oleh gerakan yang dipelopori oleh Arung Palakka dari Bone, Soppeng sempat terpecah dua ketika Datu Soppeng, Arung Mampu, dan Arung Bila bersekutu dengan Bone pada tahun 1660 sementara sebagian besar bangsawan Soppeng yang lain menolak perjanjian di atas rakit di Atappang itu.

Source : Wikipediaansharblog
Read More